Minggu, 21 Oktober 2012

ISLAM DAN PERKEMBANGAN MATEMATIKA | SEJARAH ALJABAR


Pernahkah Anda membayangkan kalau matematika yang saat ini ada,melibatkan peran tokoh Islam yang tidak sedikit dalam perkembanganya?  Pertanyaan ini sangaja dimunculkan karena sebagian orang masih memandang apriori terhadap matematika. Mereka berpikir bahwa matematika tidak Islami.  Matematika dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Untuk itulah, tulisan ini akan menjawabnya berdasarkan hasil penelusuran berbagai jurnal, manuskrip dan teks-teks sejarah. Mungkin tulisan ini belum lengkap dan utuh dalam memotret sejarah matematika, namun setidaknya dapat memberikan wawasan awal bagi para pembaca.
Sejarah matematika diawali dengan temuan-temuan terkait dengan aljabar. Aljabar merupakan cabang matematika yang sangat penting dalam membentuk karakter matematika anak, karena dengan aljabar anak dilatih berpikir numerik, kritis, kreatif, bernalar dan berpikir abstrak. Dengan aljabar pula, anak dikenalkan bilangan, variabel dan berbagai simbol matematika yang familier dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam sejarah, aljabar berkembang dalam tiga tahapan.  Pertama, tahap retorikal (the rethorical stage). Tahapan ini  ditandai dengan digunakannya bahasa sehari-hari untuk menyelesaikan permasalahan tertentu dan belum digunakannya simbol untuk mewakili sesuatu yang tidak diketahui. Kedua, tahap syncopated aljabar.  Tahapan ini muncul  sejak dikenalkannya penggunaan simbol berupa huruf terkait dengan pernyataan aljabar. Kedua, tahap inovasi vieta atau simbolik.  Tahapan ini merupakan tahapan krusial dalam perkembangan simbolisasi aljabar, yakni aljabar simbol. Pada tahapan ini pula, mulai dimungkinkan menyatakan aljabar sebagai alat untuk memberikan aturan-aturan berkaitan dengan relasi secara numerik.
Ketiga tahapan di atas bila dirinci abad per abad dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, aljabar diindikasikan ada  pertama kali  di Mesopotamia (4000 tahun sebelum masehi atau SM). Pada masa ini, matematika Mesopotamia berakar pada  permasalahan akutansi yang sejak awal merupakan bagian penting sistem birokrasi Dinasti Mesopotamia pertama.  Model inilah pada akhirnya berkembang menjadi aljabar di Babylonia (2000-1700 SM).
Kedua, aljabar selanjutnya ditemukan  di Mesir (tahun 1650 SM). Tulisan  Rhind Mathematical Papyrus atau lebih dikenal A’h-mose Papyrus merupakan tulisan yang sangat terkenal pada masa ini. Contoh permasalahan aljabar pada Papyrus: ”Sebuah  bilangan  ditambahkan dengan 1/7 dari bilangan itu hasilnya  19. Berapakah bilangan yang dimaksud?” Itulah salah satu contoh cuplikan permasalahan aljabar yang ditemukan pada naskah Papyrus.
Ketiga, aljabar ditemukan pula di zaman Babylonia Kuno periode  sekitar 1700 SM. Babylonia Kuno merupakan negara di semenanjung Persia, yang saat ini menjadi negara Irak dan Iran.  Pada masa ini, ditemukan lebih banyak bukti tentang permasalahan aljabar,  karena para penulis Babylonia menulisnya di prasasti bebatuan sehingga peninggalannya masih ada hingga sekarang. Beberapa permasalahan yang tertulis di antaranya: x2 +  x = ¾;  dan x2 – x = 870.
Keempat, bila ditelusuri di China  sekitar tahun  200 SM dapat ditemukan pula  buku matematika China yang paling terkenal yakni sebuah buku klasik berisi ringkasan permasalahan-permasalahan matematika. Buku tersebut diberi judul Jiuzhang Suanshu (Nine Chapter on the Mathematical Art). Seperti halnya dengan penulis-penulis Babylonia, penulis China juga berupaya memasukkan setiap permasalahan dengan algoritma penyelesaian yang rinci, namun tidak didiskusikan bagaimana metode penyelesaian yang digunakan didapatkan.
Kelima, pada  abad ke-9 di Bagdad ditemukan seorang ilmuwan besar bernama Mohammad ibn Musa al-Khawarizwi (780-850 M), dengan naskah aljabar yang dituangkan dalam buku Al-kitab al-muhtasar fi hisab al-jabr w’al-muqabala. Al-Khawarizwi dikenal sebagai ilmuwan besar dan terbaik di zamannya karena dia berani merintis dan mendobrak tradisi keilmuan dalam Islam. Bagian pertama buku ini berisi petunjuk cara menyelesaikan persamaan kuadrat dan linear.  Bila membaca tulisan-tulisan al-Khawarizwi, maka didapatkan: “Aturan-aturan pada al-jabr dan al-muqabala yang merujuk pada prosedur-prosedur baku penyelesaian persamaan.” Al-jabr berarti operasi memindahkan suatu kuantitas/bilangan dari satu ruas ke ruas lainnya dengan cara mengurangi kuantitas/bilangan itu. Sementara itu, al-muqabala merujuk kepada pengurangan suku-suku positif dengan mengurangi bilangan yang sama pada kedua ruas persamaan. Sebagai contoh, mengubah 3x + 2 = 4 - 2x  menjadi 5x + 2 = 4 adalah contoh al-jabr, sedangkan mengubah 5x + 2 = 4 menjadi 5x = 2 merupakan contoh al-muqabala .
Karya Islam lain yang sangat berharga dan memberikan sumbangan terhadap perkembangan aljabar dapat dijumpai pada naskah “The al-jabr w’al muqabala,” ditulis oleh Omar Kayyam sekitar tahun 1100 M. Omar Kayyam berpendapat bahwa salah satu cabang ilmu pengetahuan yang diperlukan di dalam filsafat matematika adalah ilmu tentang al-jabr dan al-muqabala. Ilmu ini memiliki tujuan untuk menentukan hal-hal yang belum diketahui (variabel) baik secara numerik maupun geomeri.  Dengan kata lain, ilmu al-jabr pada abad ke-12 yang akhirnya berubah menjadi “aljabar,” memiliki tujuan untuk menyelesaikan persamaan.
Keenam, para matematikawan Islam dan Eropa (bertempat di Italia) pada abad ke-16 melakukan suatu rangkaian kerjasama untuk menyelesaikan persamaan secara aljabar. Akan tetapi, mereka belum ada yang berhasil menyelesaikannya hingga tahun 1510 M (zaman Scipio del Ferro). Penyelesaian persamaan pertama kali dipublikasikan oleh Gerolamo Cardano dalam bukunya Ars Magna, sive de Regulis Algebraicis (The Great Art, or on the Rules of Algebra) tahun 1545 M. Karya-karya al-Khawarizwi, pada masa ini juga diterjemahkan oleh ilmuwan Eropa bernama Robert Chester dan Gerard Cremona.  Pada masa inilah mulai redupnya ilmuwan-ilmun Islam di Timur Tengah, dan matematika menjadi lebih berkembang di Eropa.
Mulai abad ke-18, ilmuwan-ilmuwan Eropa yang dipelopori Leonard Euler mulai berjaya. Euler menulis buku Introduction to Algebra. Buku ini berupaya merangkum semua karya yang  telah dikerjakan oleh para ilmuwan sebelumnya. Teks pertama yang ditanganinya adalah sifat-sifat bilangan bulat, pecahan, bilangan rasional, dan bilangan kompleks. Euler juga berjasa dalam mengenalkan bilangan imajiner  sebagai bilangan yang ada di dalam imajinasi manusia, akan tetapi memiliki sifat bahwa bila dikalikan dengan dirinya sendiri hasilnya berupa bilangan negatif.
Pada abad ke-20, aljabar terus berkembang di Eropa dengan tokoh Maclane dan Birkhoff. Mereka memandang aljabar sebagai seni dalam memanipulasi penjumlahan, perkalian dan perpangkatan bilangan. Aturan-aturan pada manipulasi ini dikenakan pada semua bilangan, dan banyak manipulasi dikenakan pada huruf sebagai representasi dari bilangan.  
Beberapa pelajaran penting yang dapat dipetik dari sejarah perkembangan matematika di atas. Pertama, secara historis redupnya peran tokoh Islam dalam perkembangan matematika sejak abad ke-18 disebabkan karena mereka kurang mendapatkan penghargaan di Timur Tengah. Mereka lebih merasa dihargai di Eropa. Akibatnya, mereka lebih cenderung berbondong-bondong pindah ke universitas-universitas di Eropa dan memperkuat basis keilmuan di Eropa. Penghargaan tidak harus dalam bentuk materi, namun kesempatan untuk mengaktualisasikan diri guna mengembangkan  keilmuanya. Untuk itulah, agar Islam kembali berjaya dan menjadi leading dalam ilmu-ilmu umum seperti yang terjadi pada abad ke-9, maka perguruan tinggi Islam jangan sampai menafikan pula ilmu-ilmu umum. Budaya keilmuan, perhatian  terhadap para ilmuwan/dosen, dan fasilitas-fasilitas yang memberikan kemudahan akses referensi seperti yang dilakukan perguruan tinggi di Amerika, Eropa dan Australia harus segera dilakukan.
Kedua, sejarah memberikan gambaran kepada kita bahwa matematika hadir dipelopori oleh tokoh-tokoh Islam. Perenungan atau reifikasi diperlukan untuk memahami dan mengembangkan matematika.  Sejarah juga menunjukkan bahwa reifikasi telah menjadi senjata utama melawan kesulitan yang muncul sebagai akibat mempelajari dan mengembangkan matematika yang abstrak. Oleh karena itu, agar generasi Islam ke depan kembali mencintai matematika, mereka juga harus diberi kesempatan untuk selalu melakukan reifikasi. Agar hal itu dapat terwujud, maka berbagai fasilitas dan kesejahteraan yang mendukung kondisi itu harus segera diwujudkan. Jika hal itu diwujudkan, maka insya Allah Islam kembali akan berjaya seperti yang terjadi pada abad ke-9.  
Semoga tulisan sederhana ini dapat memberikan manfaat dan memberikan inspirasi munculnya kajian sejenis. Amien…3x.

Referensi:
Euler, L. (1984). Elements of Algebra (Diterjemahkan oleh John Hawlett dari Bahasa Perancis). New York: Springer-Verlag.
Harvey, J.G., Waits, B.K., & Demana, F.D. (1995). The influence of technology on the teaching and learning of algebra. Journal of Mathematical Behavior, 14, 75-109.
Herman, M.F. (2007). What students choose to do and have to say about use of multiple representations in college algebra. Journal of Computers in Mathematics and Science Teaching, 26 (1), 27-54.
Kasir, D.S. (1931). The algebra of Omar Khayyam. New York: Teachers College of Columbia University.
Katz, V.J. (1997). Algebra and its teaching: An historical survey. Journal of Mathematical Behavior, 16 (1), 25-38. 
Katz, V.Z. (2007). Stages in the history of algebra with implications for teaching. Educational Studies of Mathematics, 66:185-201.
Sfard, A. (1995). The development of algebra: Confronting historical and psychological perspectives. Journal of Mathematical Behavior, 14:15-39.  

Title Post: ISLAM DAN PERKEMBANGAN MATEMATIKA | SEJARAH ALJABAR
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Author: Unknown

Terimakasih sudah berkunjung di blog-kusaeri, Jika ada kritik dan saran silahkan tinggalkan komentar

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Teima kasih , sangat membantu.

Posting Komentar