Rabu, 31 Oktober 2012

Terjadinya Miskonsepsi dan Teori-Teori Terkait


Miskonsepsi muncul ketika anak gagal menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya. Miskonsepsi terjadi bila anak salah menerapkan strategi pengetahuan yang dipelajari sebelumnya untuk menyelesaikan permasalahan baru (Russel & O’dwyer,  2009).
Young & O’Shea (1981) secara khusus membedakan antara miskonsepsi dengan berbagai bentuk kesalahan lain seperti kesalahan (yang diterjemahkan dari kata errors) dan salah algoritma (faulty algorithms).  Menurut mereka, kesalahan merupakan jawaban salah dari suatu problem yang diberikan, disebabkan karena ceroboh, lupa, belum pernah diajarkan materi yang diujikan atau faktor penyebab lainnya. Salah algoritma merupakan ketidaksempurnaan langkah atau prosedur sehingga menghasilkan jawaban salah. Miskonsepsi merupakan pemahaman anak yang salah sehingga menyebabkan pola kesalahan sistematis. Miskonsepsi merupakan uraian jawaban anak tentang konsep tertentu yang berbeda dengan konsep yang diajarkan guru, bersifat  stabil dan kuat (Xiaobao Li, 2006). 
Terjadinya miskonsepsi dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya disebabkan sangat kompleksnya konsep-konsep matematika. Kompleksitas konsep matematika itu, sering kali dalam penyajianya  tanpa diimbangi dengan cara penyampaian yang baik oleh guru. Artinya, ketika menyampaikan konsep matematika, guru kurang memperhatikan tingkat perkembangan psikologis anak. Dengan demikian, terjadi celah antara keinginan guru dengan fakta kemampuan anak dalam memahami konsep matematika.
Peristiwa terjadinya miskonsepsi dapat dijelaskan melalui beberapa teori. Dua di antaranya teori pemrosesan informasi (information processing) dan teori Piaget. Kedua teori itu disajikan secara ringkas pada bagian berikut.
1.                  Teori Pemrosesan Informasi
Teori ini menekankan pada proses memori dan proses berpikir (thinking). Para psikolog mempelajari bagaimana informasi disimpan dalam memori, dipertahankan atau disimpan setelah disandikan (encoded), ditemukan kembali untuk tujuan tertentu. Ketiga proses itu digambarkan oleh Santrock (2008) seperti pada Gambar 1.

Gambar 1:  Pemrosesan Informasi dalam Memori
Informasi baru yang ditangkap panca indera masuk ke dalam memori jangka pendek yang memiliki kapasitas terbatas, di mana informasi dipertahankan sekitar 30 detik (Gagne, 1973). Informasi ini dapat hilang, kecuali informasi itu diulangi atau diproses lebih lanjut untuk diteruskan ke memori jangka panjang. Informasi yang diteruskan ke memori jangka panjang berinteraksi dengan informasi yang telah tersimpan di memori. Pengetahuan sebelumnya sangat mempengaruhi cara menyandikan, membuat informasi dan mengambil  informasi (Santrock, 2008).
Setelah anak menyandikan atau menyimpan informasi dan merepresentasi-kannya dalam memori, mereka mungkin mampu mengambil kembali beberapa informasi. Namun, mereka juga melupakan beberapa di antaranya. Interaksi antara informasi baru dengan informasi lama ini dapat memperluas jaringan yang sudah ada atau membentuk jaringan yang lebih kecil dan terisolasi.  
Dalam konteks pembelajaran aljabar, informasi baru tersebut diartikan sebagai konsep aljabar yang baru diterima anak ketika mereka mengikuti kegiatan proses belajar mengajar di kelas. Selanjutnya, konsep ini bertindak sebagai stimulus, sehingga perlu direspon dengan cara melakukan interaksi dengan konsep yang tersimpan pada memori jangka panjang. Hasil interaksi ini membentuk konsepsi yang tersimpan pada memori jangka panjang.
Oleh karena konsep aljabar merupakan hal yang baru bagi siswa kelas VII SMP, maka sangat dimungkinkan pada memori jangka panjang mereka tersedia jaringan konsep aljabar yang sangat sederhana. Jaringan konsep ini menyebabkan keterbatasan siswa menyediakan konsep aljabar pada struktur kognitif tempat konsep baru dikaitkan. Keterbatasan ini berpotensi membentuk jaringan konsep yang berbeda dengan jaringan konsep yang diberikan oleh guru sehingga berpotensi menyebabkan miskonsepsi pada siswa.
2.                  Teori Piaget
 Menurut teori ini, dalam memahami dan menyerap informasi baru di benaknya, anak menggunakan skema (scheme). Skema merupakan kerangka atau konsep yang telah ada dalam pikiran anak yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi itu. Skema bisa merentang mulai dari yang sederhana sampai skema yang kompleks (Santrock, 2008). Skema berupa struktur kognitif yang digunakan anak untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan mengorganisasikannya. Dengan demikian, penguasaan terhadap suatu skema baru mengindikasikan adanya perubahan di dalam struktur mental anak.
Dalam konteks ini, Piaget mengemukakan suatu pandangan perlunya adaptasi.  Adaptasi berkaitan dengan penyesuaian skema yang sudah dimiliki anak ketika berinteraksi dengan lingkungan. Adaptasi terdiri atas dua proses yang berlawanan namun tidak dapat dipisahkan, yakni asimilasi dan akomodasi (Byrnes, 2008). Kedua peristiwa itu terjadi secara bersamaan. Asimilasi terjadi ketika anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada. Sebaliknya, akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru. Artinya, anak menyesuaikan skema mereka dengan informasi yang baru diterimanya.
Pada saat asimilasi dan akomodasi bekerja sama untuk menghasilkan perubahan kognitif, terjadi gerakan kuat antara keadaan ekuilibrium dan disekuilibrium kognitif. Ekuilibrium adalah suatu mekanisme yang dikemukakan Piaget untuk menjelaskan bagaimana anak bergerak dari satu tahap pemikiran yang satu ke tahap pemikiran berikutnya. Pergeseran ini terjadi saat anak mengalami konflik kognitif atau disekuilibrium dalam memahami konsep baru. Dalam kondisi semacam ini, peristiwa salah konsepsi dapat terjadi, karena terjadi proses penyesuaian struktur konsep dalam struktur kognitif anak yang belum tentu benar.
Referensi
Byrnes, J.P. (2008). Cognitive development and learning in instructional context. (3rd ed). New York: Pearson Education, Inc.
Gagne, R.M. (1973). Some new views of learning and instruction. Dalam F. J. Crosswhite, J.L. Higgins, A.R. Osborne, & R.J. Shumway (Eds). Teaching Mathematics:Psychological Foundations, (pp. 107-116). Belmont: Wadsworth Publishing Company.
Russel, M. & O’dwyer, L.M. (2009). Diagnosing students’misconceptions in algebra: Results from an experimental pilot study. Behavior Research Methods, 41, 414-424.
Santrock, J.W. (2008). Psikologi pendidikan. (Terjemahan Tri Wibowo). New York: McGraw-Hill Company. (Buku asli diterbitkan tahun 2004).
Xiaobao Li (2006). Cognitive analysis of student’s errors and misconceptions in variables, equations, and functions. Disertasi doktor, tidak diterbitkan, A & M University, Texas. 
Young, R & O’Shea, T. (1981). Errors in children’s subtraction. Cognitive Science, 5, 152-177.

Title Post: Terjadinya Miskonsepsi dan Teori-Teori Terkait
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Author: Unknown

Terimakasih sudah berkunjung di blog-kusaeri, Jika ada kritik dan saran silahkan tinggalkan komentar

2 komentar:

cm mengatakan...

trimakasih banyak pak, sangat bermanfa'at

Unknown mengatakan...

pak bisa membantu saya mencari teori yang mengaitkan tentang hasil penelitian saya bahwa miskonsepsi terbanyak dialami siswa berkemampuan matematika sedang dan siswa berkemampuan rendah cenderung tidak memahami konsep.

Posting Komentar