Selasa, 20 November 2012

Mengenal Model DINA Untuk Diagnostik


Kegiatan diagnosis bagi anak yang mengalami kesulitan belajar bukanlah hal baru. Kegiatan ini biasanya dilakukan melalui dua tahapan, yakni: menetapkan skor masing-masing anak dan menetapkan skor batas (cut-off score) yang tepat. Skor yang diperoleh masing-masing anak, selanjutnya dibandingkan dengan skor batas yang telah ditetapkan. Kedua tahapan itu sangat rawan muncul kesalahan sehingga mempengaruhi hasil yang didapat.
Sumber kesalahan umumnya terletak pada penetapan skor batas, karena hanya didasarkan pada estimasi semata (Templin, 2011).
Untuk meminimalisir kelemahan di atas, para ahli psikometri mengembangkan suatu model diagnosis yang dinamakan model diagnosis latent class. Filosofi yang dijadikan dasar model ini adalah keberadaan objek pikiran yang tidak tampak. Artinya, orang tidak dapat melihat apa yang terjadi dan dipikirkan oleh anak (Jahja Umar, 2011). Yang dapat diamati hanyalah manifestasi atau wujud dari apa yang dipikirkan anak, seperti kesalahan yang dilakukan anak ketika diberi problem tertentu atau skor hasil tes.
Prinsip dasar yang digunakan model ini adalah menempatkan peserta tes ke dalam satu dari dua kelompok, yakni kelompok  menguasai (mastery) atau kelompok tidak menguasai (non-mastery). Hal ini menurut Templin (2011) lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan menempatkan peserta tes pada sebuah skala tertentu.
Salah satu model latent class yang saat ini sedang berkembang pesat di Eropa dan Amerika Serikat adalah Model DINA. DINA berasal dari kata Deterministic-Input, Noisy “And” gate. Deterministic input merujuk pada jawaban laten (latent response), disimbolkan dengan h, menggambarkan jawaban seorang anak pada suatu item  (salah atau benar) tergantung pada penguasaanya terhadap atribut yang diukur (Rupp et al., 2010). Artinya, bila seorang anak menguasai seluruh atribut, maka h akan bernilai 1, sebaliknya bila seorang anak tidak menguasai sebagian atribut maka h akan bernilai 0. Sebagai contoh, untuk menyelesaikan item  dengan benar (h = 1), anak harus menguasai empat kemampuan dasar (atribut) berikut: (A1) melakukan operasi hitung campuran bilangan bulat; (A2) menyederhanakan pecahan; (A3) menjumlahkan dan mengurangkan pecahan berpenyebut sama; serta (A4) menjumlahkan dan mengurangkan pecahan berpenyebut tidak sama. Bila anak tidak menguasai satu dari empat atribut, maka anak diasumsikan menjawab salah pada item yang diberikan (h = 0).
Komponen “noisy” pada model DINA berkaitan dengan parameter slip dan guessing. Slip dan guessing merupakan parameter item. Slip terjadi ketika pada suatu item tertentu seorang anak yang menguasai semua atribut gagal menjawab benar (Ying Liu et al., 2009). Sebaliknya, guessing terjadi ketika diberikan sebuah item, seorang anak yang tidak menguasai sebagian atribut dapat menebak dan menjawab dengan benar item yang bersangkutan (de la Torre, 2008; de la Torre & Karelitz, 2009).
Komponen “And” gate  pada model DINA merujuk proses penentuan jawaban benar pada suatu item, memerlukan penguasaan terhadap seluruh atribut (de la Torre, 2008). Artinya, agar seorang anak dapat menjawab benar suatu item maka anak harus menguasai seluruh atribut pada item tersebut. Kembali pada contoh sebelumnya, maka pola penguasaan terhadap keempat atribut (A1, A2, A3, dan A4) dapat diilustrasikan seperti Tabel 1.
Tabel 1
Kombinasi Pola Penguasaan pada 4 Atribut
Pola (Latent class)
A1
A2
A3
A4
1.
0
0
0
0
2.
0
0
0
1
3.
0
0
1
0
4.
0
0
1
1
5.
0
1
0
0
6.
0
1
0
1
7.
0
1
1
0
8.
0
1
1
1
9.
1
0
0
0
10.
1
0
0
1
11.
1
0
1
0
12.
1
0
1
1
13.
1
1
0
0
14.
1
1
0
1
15.
1
1
1
0
16.
1
1
1
1

Berdasarkan Tabel 1, jawaban benar seorang anak pada item , hanya terjadi pada  pola (latent class) 16. Pada pola ini, semua atribut dikuasai oleh anak ditandai dengan pola 1 1 1 1. Sementara itu, pada 15 pola lainnya anak tidak menguasai 3 atribut, 2 atribut, 1 atribut bahkan semua atribut dan pada model DINA, jawaban anak seperti ini diasumsikan salah.
Referensi:
de la Torre, J. (2008). DINA model and parameter estimation: A didactic. Journal of Educational and Behavioral Statistics, 39 (1): 115-130.
de la Torre, J. & Karelitz, T.M. (2009). Impact of diagnosticity on the adequacy of models for cognitive diagnosis under a linear attribute structure: A simulation study. Journal of Educational Measurement. 46 (4): 450-469.
Jahja Umar (2011). Penilaian dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia: Kumpulan tulisan antara tahun 1988-2008. Jakarta: UIN Press.
Rupp, A.A., Templin, J. & Henson, R.A. (2010). Diagnostic measurement: Theory, methods and applications. New York: The Guilford Press. 
Templin, J. (2011). Diagnostic measurement: Theory, methods and application. Diambil pada tanggal 8 Desember 2011 dari http://jtemplin.coe.uga. edu/workshops/dcm/uga_ dcm1.html  
Ying Liu, Douglas, J.A., & Henson, R.A. (2009). Testing person fit in cognitive diagnosis. Applied Psychological Measurement, 33 (8): 579-598.



Title Post: Mengenal Model DINA Untuk Diagnostik
Rating: 100% based on 99998 ratings. 5 user reviews.
Author: Unknown

Terimakasih sudah berkunjung di blog-kusaeri, Jika ada kritik dan saran silahkan tinggalkan komentar

0 komentar:

Posting Komentar